SAMARINDA.JURNALETAM – Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kalimantan Timur (Kaltim) adalah salah satu aset alam yang berharga dan menjadi tempat konservasi penting bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Namun, akhir-akhir ini, polemik seputar pencabutan patok batas di Tahura Bukit Soeharto mencuat dan menjadi sorotan. Pencabutan patok batas ini telah menimbulkan keprihatinan di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim, masyarakat setempat, dan para pemangku kepentingan. Artikel ini akan membahas latar belakang, dampak, dan upaya yang telah diambil dalam menghadapi polemik ini.
Latar Belakang
Pencabutan patok batas Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kaltim telah menjadi isu yang sangat disayangkan oleh anggota DPRD Provinsi Kaltim, terutama Muhammad Udin. Patok batas tersebut telah dipasang oleh Balai Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Tahura Bukit Soeharto (BPKHTL) dan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim pada tanggal 16 dan 17 Agustus 2023. Pemasangan patok batas ini bertujuan untuk menetapkan batas tanah antara Tahura dan tanah masyarakat, yang seringkali menjadi sumber perseteruan dengan perusahaan tambang.
Pemasangan patok batas ini sebenarnya merupakan upaya yang positif untuk menghindari konflik di lapangan, terutama konflik antara masyarakat setempat dan perusahaan tambang. Patok batas tersebut membantu mengklarifikasi batas-batas tanah, yang pada gilirannya dapat mencegah sengketa lahan dan memastikan pelestarian kawasan konservasi seperti Tahura Bukit Soeharto.
Namun, pencabutan patok batas ini diduga dilakukan oleh PT. Karya Putra Borneo (KPB), salah satu perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Tahura. Jika benar PT. KPB melakukan pencabutan patok batas yang telah dipasang oleh institusi pemerintah, hal ini tentu memicu keprihatinan dan potensi masalah hukum. Pemasangan patok batas menggunakan anggaran negara dan dilakukan oleh pihak berwenang, sehingga tindakan pencabutan tersebut perlu dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.
Dampak Pencabutan Patok Batas
Pencabutan patok batas di Tahura Bukit Soeharto memiliki dampak yang luas, baik dari segi lingkungan, sosial, maupun hukum. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat diidentifikasi:
Konflik Lahan: Salah satu dampak utama dari pencabutan patok batas adalah meningkatnya potensi konflik lahan antara masyarakat setempat, perusahaan tambang, dan pihak berwenang. Tanpa patok batas yang jelas, akan sulit untuk menentukan batas-batas tanah yang sah, dan ini dapat mengakibatkan sengketa lahan yang berkepanjangan.
Ancaman Terhadap Lingkungan: Aktivitas penambangan PT. KPB yang diduga merusak lingkungan dan mengancam keberadaan Tahura sebagai kawasan konservasi menjadi perhatian besar. Dengan patok batas yang tidak jelas, perusahaan tambang mungkin akan lebih sulit untuk dipantau dan diawasi dalam menjalankan aktivitasnya.
Ketidakpastian Hukum: Pencabutan patok batas yang diduga dilakukan oleh perusahaan tambang dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum yang rumit, baik antara pihak berwenang dan perusahaan tambang, maupun antara perusahaan tambang dan masyarakat setempat.
Upaya dan Tindakan
Menghadapi polemik pencabutan patok batas di Tahura Bukit Soeharto, sejumlah upaya dan tindakan telah diambil oleh para pemangku kepentingan dan pihak berwenang:
Tuntutan Meninggikan Patok Batas: Anggota komisi I DPRD Kaltim, Muhammad Udin, telah mengajukan tuntutan agar patok batas yang telah dicabut ditinggikan kembali. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya gesekan di lapangan dan menjaga batas-batas tanah yang telah ditetapkan.
Penjelasan dan Pertanggungjawaban: Para anggota DPRD Kaltim berharap agar penjelasan dan pertanggungjawaban diberikan oleh pihak terkait, terutama PT. Karya Putra Borneo (KPB), dalam kasus pencabutan patok batas. Ini penting untuk memahami alasan di balik tindakan tersebut dan apakah tindakan ini memiliki dasar hukum yang kuat.
Mediasi dan Dialog: Upaya mediasi dan dialog antara semua pihak terkait, termasuk BPKHTL, Dinas Kehutanan, Tahura, PT. KPB, dan Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Maju, dapat menjadi solusi yang baik untuk menyelesaikan konflik ini. Mediasi dapat membantu mencari solusi yang adil dan meredakan ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat.
Pengawasan Lingkungan yang Ketat: Untuk melindungi keberadaan Tahura Bukit Soeharto sebagai kawasan konservasi yang penting, pengawasan lingkungan yang ketat terhadap aktivitas perusahaan tambang sangat diperlukan. Hal ini akan membantu memastikan bahwa lingkungan tetap terjaga dengan baik.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam upaya pelestarian dan perlindungan Tahura Bukit Soeharto juga sangat penting. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kawasan konservasi dan dampak aktivitas tambang dapat membantu mendukung upaya pelestarian.
Kesimpulan
Polemik seputar pencabutan patok batas di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kalimantan Timur (Kaltim) adalah isu yang memerlukan perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Pencabutan patok batas ini memiliki dampak yang luas, termasuk konflik lahan, ancaman terhadap lingkungan, dan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, tindakan konkret perlu diambil untuk menyelesaikan masalah ini.
Upaya seperti tuntutan untuk meninggikan patok batas, penjelasan dan pertanggungjawaban dari pihak terkait, mediasi, pengawasan lingkungan yang ketat, dan peningkatan kesadaran masyarakat dapat membantu mengatasi polemik ini. Harapannya, Tahura Bukit Soeharto dapat tetap menjadi aset alam yang berharga dan kawasan konservasi yang penting bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati di Kaltim. (ADV/DPRD Kaltim)