SAMARINDA.JURNALETAM – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim memiliki target 90 persen untuk menemukan kasus tuberkulosis (TBC). Namun, sayangnya ada kendala yang dihadapi dalam penemuan kasus tersebut. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Setyo Budi Basuki mengakui, pihaknya terbatas dengan jumlah alat Tes Cepat Molekuler (TCM). Karena distribusi TCM selama ini dibantu oleh pemerintah pusat.
“Selama ini pengadaannya disupport oleh pemerintah pusat. Jumlahnya juga belum banyak. Jadi ya, rata-rata lebih dari satu lah di tiap kabupaten/kota dan itu letaknya jauh,”ungkapnya.
Padahal, TCM merupakan alat penting dalam mendeteksi seseorang mengidap TBC. Pemeriksaan TCM merupakan metode deteksi molekuler berbasis nested real-time PCR. Penggunaan TCM menjadi prioritas pemeriksaan TB oleh karena mempunyai beberapa kelebihan, sebagai berikut:
Sensitivitas tinggi;
Cepat, hasil dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam;
Dapat mendeteksi secara simultan / bersamaan adanya bakteri MTB dan resistensi terhadap rifampisin, yang merupakan salah satu obat anti tuberkulosis yang paling sering digunakan.
“Sama dengan berbicara COVID-19, orang dikatakan menderita covid kalau sudah dites PCR. Nah, sekarang juga begitu. Orang bisa menderita TBC kalau tesnya TCM. Semua ini gratis,”kata Setyo.
Melihat kondisi tersebut, Dinkes Kaltim berencana untuk menggandeng dokter dan klinik swasta untuk bisa bersama-sama memerangi TBC. Kerjasama tersebut berupa memberikan akses kepada pasiennya untuk mendapatkan pemeriksaan TCM gratis.
“Ada MoU antara faskes yang mempunyai TCM dengan klinik dengan dokter praktek. Maka, klinik itu bisa merujuk spesimen dahak pasiennya untuk melakukan pemeriksaan di faskes tersebut. Dengan MoU itu juga, klinik bisa mengakses obat kita secara gratis,”kuncinya.
Melalui kerjasama ini pula, Setyo berharap masyarakat Kaltim bisa mendapatkan pelayanan yang bermutu, mendapatkan diagnosa yang bermutu, serta pelayanannya sesuai standar. (ADV/Dinkes Kaltim)