SAMARINDA.JURNALETAM – Kontroversi mengenai Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh PT Budi Duta Agromakmur di Kutai Kartanegara (Kukar) semakin memanas. Masyarakat setempat menyuarakan kekecewaan mereka, menuduh bahwa perusahaan tersebut tidak mengelola lahan dengan baik dan justru merugikan warga sekitar. Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Baharuddin Demmu, mengungkapkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mencabut HGU PT Budi Duta Agromakmur yang mencakup sekitar 280 hektar tanah di Kukar.
Pengaduan masyarakat Kukar menyoroti klaim bahwa lahan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi mereka kini dibiarkan terlantar. Baharuddin Demmu menilai bahwa lahan-lahan tersebut dapat dikategorikan sebagai lahan terlantar, dan pemerintah seharusnya mengambil langkah untuk mencabut izin tersebut, memungkinkan masyarakat setempat untuk mengelolanya.
“Melihat pengaduan masyarakat Kukar, lahan-lahan tersebut sudah bisa dikategorikan menjadi lahan terlantar, dan pemerintah harusnya mengeluarkan izin, supaya bisa dikelola oleh masyarakat,” ujar Baharuddin.
DPRD Kaltim akan mengundang manajemen PT Budi Duta untuk memberikan klarifikasi terkait tudingan ini. Salah satu hal yang perlu dijelaskan adalah apakah perusahaan ini melakukan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) dengan masyarakat setempat dan apakah mereka menggunakan lahan tersebut untuk aktivitas tambang. Ada dugaan bahwa tindakan ini melanggar izin HGU yang dimiliki oleh perusahaan.
Pertemuan yang akan datang dengan manajemen PT Budi Duta akan menjadi platform bagi pihak perusahaan untuk memberikan penjelasan terinci mengenai perlakuan mereka terhadap masyarakat di wilayah Loa Kulu, Loa Janan, dan Tenggarong.
“Masyarakat merasa tidak dihargai oleh PT Budi Duta Agromakmur. Padahal, masyarakat sudah tinggal di wilayah itu sejak turun-temurun sebelum ada izin Budi Duta pada tahun 1981,” tegas Baharuddin.
Selain itu, Baharuddin mencatat bahwa masyarakat setempat tidak pernah mendapatkan hak-hak ganti rugi dari perusahaan. Kekecewaan masyarakat semakin mendalam karena bukan mereka yang menguasai HGU, tetapi justru sebaliknya.
“Masyarakat juga tidak pernah mendapatkan hak-hak ganti rugi dari perusahaan. Ini menjadi catatan kita bahwa Budi Duta harus dipanggil kembali untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan di wilayah izin HGU mereka,” sambungnya.
Tindak Lanjut Investigasi: Kunjungan ke Lapangan dan Perubahan Status Tanah
Untuk memverifikasi aduan masyarakat, Baharuddin berencana melakukan kunjungan langsung ke lapangan. Tujuannya adalah untuk mengecek kondisi aktual lahan dan melibatkan diri dalam dialog langsung dengan masyarakat setempat.
“Saya tidak perlu bicara sertifikat untuk masyarakat. Kalau masyarakat tidak punya sertifikat, maka pemerintah harus membantunya untuk dibuatkan secara gratis,” katanya.
Penting untuk dicatat bahwa masyarakat setempat tinggal di wilayah tersebut secara turun-temurun dan memiliki hak yang sah atas tanah tersebut. Baharuddin menegaskan bahwa perhatian khusus harus diberikan kepada hak-hak masyarakat yang terus tinggal di sana.
Ketua fraksi PAN DPRD Kaltim juga memberikan apresiasi terhadap kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang menyatakan bahwa perubahan status tanah dari HGU menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) akan dilakukan secara gratis dan tidak dikenakan biaya di Kaltim. Meskipun demikian, Baharuddin menyayangkan bahwa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terhambat karena banyak lahan masyarakat yang sudah terikat oleh izin HGU.
“Bahkan ada beberapa lahan masyarakat yang sudah bersertifikat itu ditindis atau berlapis oleh HGU. Ini sangat tidak adil,” pungkasnya.
Aspek Sosial dan Ekonomi: Dampak Merugikan Bagi Masyarakat
Ketidakpuasan masyarakat terhadap PT Budi Duta Agromakmur tidak hanya terbatas pada aspek hukum dan administrasi. Dampak sosial dan ekonomi dari pengelolaan lahan yang disengketakan juga menjadi perhatian serius.
Masyarakat yang tinggal di sekitar lahan tersebut menghadapi ketidakpastian ekonomi karena lahan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian atau penghidupan lainnya kini tidak dapat diakses atau dimanfaatkan secara optimal.
Ketidakadilan dalam hal ganti rugi juga menjadi sorotan. Masyarakat merasa bahwa kontribusi mereka terhadap wilayah tersebut selama bertahun-tahun tidak dihargai, dan keputusan terkait izin lahan tampaknya merugikan mereka secara signifikan.
Langkah-Langkah Menuju Solusi: Dialog dan Pemantauan Lapangan
Dalam upaya mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan, dialog antara pihak berkepentingan menjadi krusial. Pertemuan antara DPRD Kaltim dan manajemen PT Budi Duta Agromakmur akan menjadi langkah awal untuk memahami perspektif masing-masing dan mencari solusi bersama.
Langkah-langkah pemantauan lapangan juga penting untuk menggambarkan gambaran yang akurat tentang kondisi lahan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Hal ini dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang bijaksana dan memastikan bahwa setiap solusi yang diambil memperhatikan kepentingan semua pihak terlibat.
Penutup: Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan
Konflik terkait HGU PT Budi Duta Agromakmur di Kukar menjadi cermin dari tantangan kompleks dalam pengelolaan sumber daya alam dan hak-hak masyarakat. Sementara pihak-pihak terkait mencari solusi, penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Harapan untuk masa depan adalah adanya upaya bersama untuk menciptakan kerangka kerja yang mendukung pembangunan berkelanjutan, di mana kepentingan masyarakat lokal dihormati dan sumber daya alam dikelola dengan bijaksana. Dengan langkah-langkah yang tepat, konflik semacam ini dapat menjadi momentum untuk membangun kerjasama yang lebih baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.(ADV/DPRD Kaltim)