SAMARINDA.JURNALETAM – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas situasi malaria di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Diskusi ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (Unmul) dengan judul “Analisa spasial terhadap faktor resiko lingkungan untuk kejadian malaria di wilayah IKN.”
Plh Kepala Dinkes Kaltim, Setyo Budi Basuki, menyatakan bahwa FGD ini menjadi platform penting untuk membahas kondisi program pencegahan dan pengendalian malaria di wilayah IKN. Basuki, sebagai narasumber, menjelaskan bahwa Penajam Paser Utara (PPU) di Pusat Kawasan Lintas Batas (PKL) merupakan pusat wilayah dengan tingkat kasus malaria tertinggi di luar Jawa dan Bali.
“Kasus malaria di luar Jawa dan Bali, termasuk yang tertinggi, ada di Kalimantan Timur, khususnya Kabupaten PPU,” ungkap Basuki. Ia menambahkan bahwa meskipun di IKN sendiri tidak ada kasus malaria yang berasal dari wilayah tersebut, namun kasus tersebut berasal dari daerah hutan di Kabupaten Paser.
Menurut Basuki, sumber penularan malaria terletak di Muara Toyu, sekitar 55 kilometer ke arah Kabupaten Paser. Untuk mengendalikan penyebaran malaria di wilayah IKN, Dinas Kesehatan Kaltim telah melakukan langkah-langkah seperti surveilan migrasi, surveilan vektor, dan perindukan.
Surveilan migrasi dilakukan dengan melatih Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dari perusahaan-perusahaan di IKN. Mereka yang datang dari daerah endemis malaria, terutama Papua, akan diskrining, diisolasi, diobati, dan ditindaklanjuti.
“Surveilan vektor terus kita lakukan untuk melihat perkembangan nyamuk anopheles sebagai vektor malaria di sana. Perindukan dilakukan dengan memberikan kelambu berinsektisida, obat-obatan, dan penyuluhan kepada masyarakat,” tambah Basuki.
Selain itu, Basuki juga menjelaskan tentang program baru yang digagas oleh Kementerian Kesehatan, yaitu kemo prevention. Program ini memberikan obat pencegahan malaria kepada orang yang berada di dekat hutan atau yang keluar masuk hutan. Meskipun masih dalam tahap pilot project, program ini telah diterapkan di dua provinsi, Kalimantan Timur dan Papua.
“Kita berharap dengan adanya FGD ini, dapat memberikan masukan dan saran kepada Dinas Kesehatan Kaltim untuk meningkatkan program pencegahan dan pengendalian malaria di wilayah IKN. Kita ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang faktor resiko lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian malaria di wilayah IKN, sehingga strategi yang lebih tepat dan efektif dapat ditentukan,” harap Basuki. (ADV/Dinkes Kaltim)