Kasus Dugaan Pelanggaran Upah di RS Haji Darjad Berpotensi Pidana Menurut UU Cipta Kerja

SAMARINDA.JURNALETAM – Kasus dugaan pelanggaran upah yang melibatkan manajemen Rumah Sakit Haji Darjad berpotensi mendapatkan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Pernyataan ini disampaikan oleh Trisila Yuwono, Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Timur.

Trisila Yuwono menjelaskan bahwa potensi sanksi pidana ini sesuai dengan Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang kemudian menjadi Undang-Undang Cipta Kerja. Menurutnya, jika kasus ini akan ditindaklanjuti dengan sanksi pidana, pengaduan langsung dari karyawan kepada Bidang Pengawasan Disnakertrans Kaltim menjadi syarat utama.

“Harus ada pengaduan langsung karyawan,” terangnya.

Trisila Yuwono juga menekankan bahwa beberapa kasus di RS Haji Darjad telah ditangani oleh rekan mereka, yang merupakan kasus normatif yang terkait dengan hak pekerja. Untuk mengetahui perkembangan kasus dan apakah telah selesai atau tidak, disarankan untuk menghubungi langsung rekan yang bertugas di lapangan.

Dalam regulasi Undang-Undang Cipta Kerja, diatur bahwa pengusaha yang membayar upah pekerja di bawah upah minimum dapat dikenai sanksi pidana. Pasal 185 UU Ciptaker menetapkan sanksi penjara selama 1 hingga 4 tahun dan/atau denda sebesar Rp 100 juta hingga Rp 400 juta bagi pengusaha yang melanggar ketentuan tersebut.

Pasal 88E Ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan, “Upah minimum berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.” Sementara Ayat (2) melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Kasus ini menciptakan keprihatinan serius terkait hak-hak pekerja, dan Trisila Yuwono menegaskan bahwa pihaknya akan terus memonitor dan menangani dugaan pelanggaran tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.(ADV/ Disnakertrans Kaltim)