SAMARINDA.JURNALETAM – Isu perundungan di kalangan pelajar menjadi pusat perhatian, terutama di era media sosial yang memperlihatkan kekerasan antar sesama pelajar dalam berbagai bentuk. Fenomena ini semakin meresahkan, dengan beberapa kasus bahkan berujung pada kehilangan nyawa anak-anak yang menjadi korban. Juni 2023 menyisakan duka ketika seorang siswa SD di Kota Medan meninggal akibat dianiaya oleh lima tetangganya, yang seharusnya menjadi saudara sekelasnya.
Kisah serupa terulang di Cilacap, Jawa Tengah, di mana seorang pelajar SMP menganiaya adik kelasnya hingga mengalami patah tulang. Menyikapi masalah ini, Reza Fachlevi, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, mengemukakan pandangannya. Ia menyoroti perlunya memahami dan mengimplementasikan pelajaran Pancasila dalam mendidik karakter pelajar sebagai langkah awal dalam menanggulangi perundungan.
Peran Pelajaran Pancasila dalam Mendidik Karakter Pelajar
Reza Fachlevi mengungkapkan bahwa profil pelajar Pancasila yang baru diperkenalkan membutuhkan waktu untuk meresap dan membentuk karakter positif pada pelajar. Ia menilai bahwa kekosongan dalam pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila dapat menjadi salah satu pemicu tindakan kekerasan di kalangan pelajar.
“Bully dan kasus kekerasan banyak terjadi akibat pelajaran Pancasila sempat kosong. Serta masih kurang perdulinya orang tua dengan pendidikan anaknya,” jelas Reza Fachlevi.
Dalam konteks ini, penting bagi pihak sekolah dan orang tua untuk bersinergi dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari anak-anak. Pelajaran Pancasila bukan hanya sekadar mata pelajaran di sekolah, tetapi juga landasan moral yang perlu ditanamkan secara konsisten untuk membentuk karakter yang kuat dan berkualitas.
Menanggulangi Perundungan: Kerja Sama Orang Tua dan Guru
Menurut Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebagian besar kasus perundungan terjadi di tingkat SD dan SMP. Oleh karena itu, Reza Fachlevi menekankan perlunya kerja sama antara orang tua dan guru untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendidik.
“Disini orang tua bekerja sama dengan guru dan saling memahami untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendidik,” imbuhnya.
Namun, Reza juga mencatat adanya tantangan dalam bentuk penolakan dari sebagian orang tua terhadap tindakan tegas atau sanksi terhadap anak mereka. Beberapa bahkan melaporkan guru ke polisi, menciptakan ketidakharmonisan antara pihak sekolah dan orang tua. Reza menegaskan pentingnya wali murid memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk mendidik dan mendisiplinkan anak-anak mereka.
Mengatasi Penolakan dan Membangun Kepercayaan
Agar sinergi antara orang tua dan guru dapat terwujud, perlu adanya upaya bersama dalam mengatasi penolakan dan membangun kepercayaan. Pendidikan kepada orang tua mengenai pentingnya peran sekolah dalam membentuk karakter anak perlu diperkuat. Workshop, seminar, atau pertemuan rutin antara orang tua dan guru bisa menjadi wadah untuk saling berkomunikasi dan memahami peran masing-masing dalam pendidikan anak.
Reza Fachlevi menyatakan, “Saling berkerjasama dan memahami antara guru dan orang tua itu perlu, agar anak bisa diarahkan secara maksimal.”
Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah
Selain kerja sama antara orang tua dan guru, penguatan pendidikan karakter di sekolah juga menjadi kunci dalam menanggulangi perundungan. Pembentukan klub atau kegiatan ekstrakurikuler yang fokus pada pengembangan nilai-nilai kejujuran, toleransi, dan empati dapat menjadi langkah efektif. Guru dapat memainkan peran aktif dalam memantau dan membimbing kegiatan ini untuk memastikan pesan-pesan positif dapat meresap pada seluruh siswa.
Menghadirkan Konseling dan Pendampingan
Peran konselor sekolah juga sangat penting dalam menangani perundungan. Siswa yang menjadi korban perlu mendapatkan pendampingan psikologis untuk membantu mereka mengatasi trauma dan membangun rasa percaya diri. Sementara itu, pelaku perundungan juga perlu mendapatkan pendampingan untuk memahami akibat dari tindakan mereka dan memotivasi perubahan perilaku positif.
Pendidikan Kesejahteraan Mental
Selain itu, perlu ditingkatkan pemahaman mengenai kesejahteraan mental di kalangan pelajar. Program-program kesehatan mental di sekolah, termasuk edukasi mengenai pentingnya berbicara terbuka tentang masalah psikologis, dapat membantu mengurangi tekanan yang mungkin menjadi pemicu perundungan.
Peran Media Sosial dalam Pendidikan Anti-Perundungan
Dalam era media sosial, peran platform digital dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan kampanye anti-perundungan. Sekolah dan pemerintah dapat bekerja sama untuk menciptakan konten edukatif yang mengajarkan nilai-nilai persaudaraan dan menggalang dukungan masyarakat dalam menanggulangi perundungan.
Mengukur Kesuksesan Melalui Monitoring dan Evaluasi
Untuk memastikan keberhasilan upaya ini, perlu adanya sistem monitoring dan evaluasi yang baik. Pihak sekolah dapat mengadopsi metode penilaian kinerja berbasis karakter, bukan hanya prestasi akademis semata. Selain itu, feedback dari orang tua dan siswa juga dapat dijadikan indikator keberhasilan implementasi program anti-perundungan.
Kesimpulan
Mengatasi perundungan di kalangan pelajar memerlukan upaya kolaboratif antara orang tua, guru, dan pemerintah. Pendidikan karakter, implementasi nilai-nilai Pancasila, dan penguatan sinergi antara sekolah dan keluarga merupakan langkah awal yang sangat penting. Dengan membangun kepercayaan, memberikan pendampingan, dan mengedukasi seluruh komponen masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, mendidik, dan bebas dari perundungan.(ADV/DPRD Kaltim)