Mengatasi Lonjakan Kasus TBC di Kota Samarinda: Tantangan dan Upaya Bersama

SAMARINDA.JURNALETAM – yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur, kini dihadapkan pada tantangan serius dengan meningkatnya kasus Tuberkulosis (TBC). Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait tren yang mengkhawatirkan ini. Dalam sebuah wawancara, Puji Setyowati menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat akan gejala-gejala TBC dan mendesak langkah-langkah preventif yang lebih proaktif.

Meningkatnya Kasus TBC: Sebuah Tren Mengkhawatirkan
Menurut data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda, kasus TBC di kota ini telah meningkat secara signifikan dari tahun 2021 hingga tahun 2022. Angka kasus yang mencapai 1.456 pada tahun 2021 naik drastis menjadi 2.167 pada tahun 2022. Hal ini memicu keprihatinan di kalangan para pemangku kebijakan, termasuk Puji Setyowati, yang menyebutnya sebagai “tren yang mengkhawatirkan.”

Gejala dan Identifikasi TBC
Puji Setyowati menekankan pentingnya mengenali gejala-gejala TBC agar masyarakat dapat lebih waspada. Gejala-gejala tersebut mencakup batuk yang berlangsung lama, kesulitan tidur, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. “Ini adalah beberapa gejala TBC yang harus diwaspadai,” ungkapnya.

Faktor-faktor yang Mendorong Peningkatan Kasus TBC
Sebagai seorang legislator dari Fraksi Demokrat, Puji Setyowati mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi pada lonjakan kasus TBC di Kota Samarinda. Salah satu faktor utama yang dia soroti adalah faktor ekonomi yang memengaruhi akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan. Penderita TBC dari lapisan ekonomi bawah seringkali mengalami kesulitan finansial, yang membuat mereka ragu untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan.

Puji Setyowati memaparkan bahwa keluarga dengan kondisi ekonomi yang lebih baik cenderung mencari perawatan dari dokter spesialis, sementara mereka dari lapisan ekonomi bawah sering mengalami kesulitan dan keraguan untuk mengakses pemeriksaan serta pengobatan. Hal ini menciptakan kesenjangan dalam aksesibilitas perawatan kesehatan dan berkontribusi pada penyebaran penyakit.

Peran Faktor Sosial dalam Penyebaran TBC
Lebih lanjut, legislator tersebut menyoroti peran faktor sosial dalam penyebaran TBC. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan rutin dan pengobatan TBC masih menjadi tantangan. Meskipun pemerintah menyediakan fasilitas gratis untuk pemeriksaan dan pengobatan TBC selama 6 bulan, masih ada persepsi di kalangan masyarakat bahwa pengobatan TBC memerlukan biaya besar.

“Penting bagi kita untuk merubah pola pikir masyarakat terkait anggapan bahwa pengobatan TBC memerlukan biaya besar,” tegas Puji Setyowati. Ini menunjukkan perlunya edukasi yang lebih intensif tentang ketersediaan perawatan gratis yang diberikan oleh pemerintah.

Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Tantangan
Walaupun terjadi lonjakan kasus TBC, pemerintah setempat tidak tinggal diam. Upaya telah dilakukan untuk mengatasi tantangan ini, termasuk menyediakan fasilitas gratis untuk pemeriksaan dan pengobatan TBC selama 6 bulan. Namun, untuk memastikan keberhasilan program pengentasan TBC, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci.

Pemerintah Kota Samarinda juga mengambil langkah proaktif dengan memberikan makanan tambahan kepada masyarakat dengan kategori ekonomi menengah ke bawah selama bulan pertama pengobatan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa penderita TBC tidak hanya mendapatkan perawatan medis yang memadai tetapi juga mendukung aspek gizi mereka selama proses pengobatan.

“Pengobatan selama 6 bulan tersedia secara gratis, dan kita memberikan dukungan tambahan melalui program makanan tambahan ini,” jelas Puji Setyowati. Ini merupakan langkah holistik untuk mengatasi permasalahan TBC yang tidak hanya melibatkan aspek medis tetapi juga aspek sosial dan ekonomi.

Mengubah Paradigma Masyarakat
Puji Setyowati menekankan pentingnya mengubah paradigma masyarakat terkait TBC. Dalam menghadapi penyakit menular seperti TBC, keterlibatan masyarakat sangat penting. Dia mendorong agar masyarakat segera melaporkan gejala-gejala yang mungkin terkait dengan TBC ke puskesmas terdekat. Kolaborasi dengan petugas mikroskopik untuk diagnosis tepat waktu menjadi kunci untuk mengurangi penyebaran penyakit ini.

“Jadi, jika Anda melihat tanda-tanda gejala tersebut, baik itu di diri sendiri, keluarga, tetangga, atau orang di sekitar Anda, mari bersama-sama melaporkannya ke Puskesmas,” pungkasnya dengan seruan yang tegas.

Dampak Sosial dan Ekonomi Penyakit TBC
Puji Setyowati menyoroti bahwa penurunan kasus TBC bukan hanya penting dari segi kesehatan, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi. Penyakit ini dapat menghancurkan produktivitas masyarakat dan menciptakan beban ekonomi yang berat bagi keluarga yang terkena dampak.

“Dalam jangka panjang, penurunan kasus TBC akan membawa dampak positif tidak hanya dalam hal kesehatan, tetapi juga dalam hal perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Kesimpulan
Mengatasi lonjakan kasus TBC di Kota Samarinda memerlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kebijakan. Edukasi intensif, perubahan pola pikir, dan akses yang lebih mudah terhadap perawatan kesehatan adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini. Semua pihak, baik individu maupun kelompok, perlu terlibat aktif dalam upaya pencegahan dan pengendalian TBC untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan produktif bagi masyarakat Kota Samarinda.(ADV/DPRD Kaltim)