SAMARINDA.JURNALETAM – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan komitmennya yang kuat dalam upaya mengurangi prevalensi stunting di wilayah tersebut. Dalam rangka mewujudkan misi ini, telah diselenggarakan Rembuk Stunting Tingkat Provinsi Tahun 2023 di Samarinda, yang berhasil mengumpulkan 180 peserta dari berbagai instansi di seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Timur.
Mengusung tema “Integrasi Data Program Prioritas Sebagai Dasar Percepatan Penurunan Stunting,” kegiatan ini menjadi momentum strategis dalam upaya meningkatkan kinerja serta menyusun kebijakan untuk mengatasi stunting di provinsi ini. Sri Wahyuni, Sekretaris Daerah Kalimantan Timur yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kaltim, menekankan urgensi acara ini.
Dalam penyajian data, Sri Wahyuni mengungkapkan fakta mengkhawatirkan bahwa saat ini hanya sekitar 38% posyandu yang aktif di Kalimantan Timur. “Kita melihat bahwa jumlah posyandu yang aktif di Kaltim masih sangat rendah, hanya sekitar 38 persen. Oleh karena itu, kita akan memfokuskan upaya untuk meningkatkan pelayanan gizi dan kesehatan ibu hamil melalui posyandu,” ungkap Sri Wahyuni.
Pemerintah provinsi memiliki target ambisius, yakni meningkatkan keterlibatan posyandu hingga mencapai sekitar 80% dalam waktu dekat. Dengan harapan peningkatan ini, masyarakat Kalimantan Timur akan memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, terutama dalam pencegahan stunting.
Selain itu, Sri Wahyuni juga menyoroti target lainnya, yaitu menurunkan prevalensi stunting menjadi 12,83% pada tahun 2024. Angka ini jauh di bawah rata-rata nasional. Untuk mencapai target tersebut, diperlukan kerja sama lintas sektor dan lintas daerah, mulai dari upaya hulu hingga hilir, intervensi yang spesifik dan sensitif, serta pendekatan pentahelix.
Melalui upaya seperti Rembuk Stunting dan peningkatan peran posyandu, diharapkan masyarakat Kalimantan Timur dapat terlindungi dari masalah stunting dan membangun generasi yang sehat, kuat, dan sejahtera.
Saat ini, pemerintah provinsi telah memfokuskan usahanya untuk meningkatkan peran posyandu dalam upaya pencegahan stunting, terutama bagi ibu yang memiliki balita berusia antara satu hingga lima tahun. Namun, masih terdapat kesalahpahaman di kalangan masyarakat mengenai fungsi utama pelayanan terpadu tersebut.
Banyak ibu mengira bahwa membawa anak mereka ke posyandu hanya diperlukan saat bayi mereka masih kecil, terutama setelah mendapatkan vaksinasi lengkap. Namun, pelayanan ini memiliki peran penting dalam memantau tumbuh kembang anak, termasuk pengukuran berat badan, lingkar kepala, dan tinggi badan, sehingga dapat mendeteksi dini masalah kesehatan, khususnya kurang gizi dan malnutrisi.
Salah satu kesalahpahaman yang perlu dihilangkan adalah anggapan bahwa kunjungan ke posyandu menjadi tidak relevan setelah anak memasuki Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sejak tahun 2015, pemerintah telah menggagas program Posyandu Terintegrasi, yang menggabungkan peran posyandu dengan PAUD dan Bina Keluarga Balita (BKB), menunjukkan bahwa posyandu tetap penting meskipun anak telah bersekolah.
Kunjungan rutin ke posyandu memiliki banyak manfaat, termasuk memastikan anak mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan tahap pertumbuhan, mengukur parameter pertumbuhan anak, memberikan makanan bergizi, melakukan vaksinasi, dan memberikan dukungan kesehatan lainnya. Selain itu, ibu hamil dan menyusui juga mendapatkan layanan penting seperti pemeriksaan kondisi kehamilan, pengukuran tekanan darah, konsultasi persiapan persalinan, serta informasi tentang menyusui.
Dengan demikian, kunjungan rutin ke posyandu bukan hanya penting untuk kesehatan anak-anak, tetapi juga bagi ibu hamil dan menyusui. Masyarakat di Kalimantan Timur diharapkan memahami dan memanfaatkan berbagai layanan yang disediakan oleh posyandu untuk mendukung generasi yang sehat dan untuk mengatasi masalah stunting. (ADV/Dinkes Kaltim)