SAMARINDA.JURNALETAM – Dalam perkembangan terkini di Balikpapan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, melalui Dinas Sosial, menyelenggarakan Program Pembangunan Sumber Daya Manusia untuk Program Keluarga Harapan (PKH) terkait Penanganan Stunting dan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2). Acara yang dihadiri oleh Ananda Emira Moeis, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, bertujuan untuk membahas dan meningkatkan peran Sumber Daya Manusia PKH dalam pelaksanaan P2K2 serta penanganan dan pencegahan stunting di kalangan peserta Program Keluarga Harapan.
Sebagai narasumber, Ananda, seperti yang dia akrab dipanggil, menyatakan bahwa dia hadir untuk mewakili Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, memberikan penguatan dan masukan kepada fasilitator PKH atau Sumber Daya Manusia.
Dia menekankan sifat mulia dari pekerjaan fasilitator PKH, dengan menyoroti keterlibatan langsung mereka dalam masyarakat dengan memberikan semangat dan motivasi. “Kita mencari masukan dari mereka, apa yang dibutuhkan oleh fasilitator PKH ini. Banyak wawasan dari mereka,” jelas Ananda.
Mengenai hal ini, Ananda mendesak pemerintah untuk memberikan dukungan kepada fasilitator PKH, yang seringkali memiliki status sebagai pegawai honorer, terutama terkait perlindungan asuransi kesehatan mereka. Dia juga berharap apresiasi pemerintah dapat diperluas kepada mereka, mungkin meningkatkan status mereka untuk menjadi pegawai tetap atau aparatur sipil negara, melampaui peran honorer yang mereka tempati saat ini.
“Salah satu cara terciptanya sumber daya manusia berkualitas tinggi adalah melalui mereka; itulah motivasi yang kami berikan,” ujar perwakilan legislatif dari Kalimantan Timur.
Pledoi Ananda untuk mengakui dan mendukung fasilitator PKH sejalan dengan wacana lebih luas mengenai pentingnya sumber daya manusia dalam program kesejahteraan sosial. Fasilitator ini memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara inisiatif pemerintah dan masyarakat yang dilayani. Dengan berinteraksi langsung dengan keluarga, mereka menjadi agen lini pertama dalam melaksanakan kebijakan terkait kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan.
Salah satu isu kunci yang diangkat oleh Ananda adalah status pekerjaan fasilitator PKH. Banyak dari mereka adalah pekerja honorer, tidak memiliki keamanan kerja dan manfaat yang dinikmati oleh pegawai negeri tetap. Ananda dengan tepat menunjukkan bahwa pengakuan terhadap upaya fasilitator ini melibatkan tidak hanya pengakuan semata; tetapi juga menyangkut kesejahteraan mereka melalui manfaat nyata seperti perlindungan asuransi kesehatan dan kemungkinan integrasi ke dalam sistem pegawai negeri.
Sifat mulia dari pekerjaan yang dijalankan oleh fasilitator PKH tidak bisa dianggap enteng. Bekerja langsung dengan masyarakat, mereka menjadi sumber inspirasi dan motivasi, mendorong perubahan positif di tingkat akar rumput. Pemanggilan Ananda untuk umpan balik dari fasilitator ini mencerminkan komitmen untuk memahami kebutuhan dan tantangan mereka, langkah krusial dalam merancang kebijakan dan mekanisme dukungan yang efektif.
Lebih lanjut, penekanan pada penanganan stunting sangat tepat dan kritis. Stunting, kondisi di mana anak mengalami kekurangan gizi kronis, tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik tetapi juga dapat memiliki konsekuensi jangka panjang pada perkembangan kognitif. Dengan melibatkan fasilitator PKH dalam upaya pencegahan dan intervensi stunting, pemerintah memanfaatkan sumber daya berharga untuk menangani masalah kesehatan masyarakat yang mendesak.
Visi Ananda tentang Kalimantan Timur bebas stunting yang berkontribusi pada tujuan lebih besar Indonesia menjadi negara ‘emas’ adalah aspirasional dan pragmatis. Ini mengakui keterkaitan kesejahteraan regional dan pembangunan nasional. Dengan berinvestasi dalam sumber daya manusia dan memprioritaskan kesehatan serta kesejahteraan kelompok rentan, pemerintah dapat menciptakan dasar pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif.
Plea untuk mengubah posisi honorer menjadi posisi tetap atau penunjukan sebagai aparatur sipil negara mencerminkan percakapan lebih luas tentang keamanan pekerjaan dan pengakuan bagi individu yang terlibat dalam program kesejahteraan sosial. Menciptakan jalur bagi fasilitator PKH untuk menjadi pegawai tetap dapat meningkatkan kepuasan kerja mereka, stabilitas, dan pada akhirnya, efektivitas mereka dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
Sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalimantan Timur, advokasi Ananda membawa bobot dan pengaruh. Pemanggilannya untuk meningkatkan perhatian terhadap Sumber Daya Manusia PKH adalah pengingat bahwa program kesejahteraan sosial yang efektif memerlukan tidak hanya investasi finansial tetapi juga komitmen terhadap kesejahteraan mereka yang berada di garis depan. Pengakuan terhadap kontribusi mereka harus melampaui retorika menjadi tindakan nyata yang meningkatkan kondisi kerja dan kualitas hidup mereka.
Sebagai kesimpulan, plea Ananda Emira Moeis untuk mengoptimalkan peran Sumber Daya Manusia PKH adalah panggilan untuk pendekatan holistik terhadap kesejahteraan sosial. Ini menegaskan pentingnya mengakui dan mendukung individu yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat, melaksanakan kebijakan dan program yang berdampak pada kehidupan. Saat Kalimantan Timur berusaha mengatasi stunting dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya, suara Ananda menjadi pengingat bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan komitmen teguh terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan mereka yang berada di garis terdepan perubahan positif.(ADV/DPRD Kaltim)