SAMARINDA.JURNALETAM – Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, Jaya Mualimin, menekankan pentingnya intervensi gizi spesifik dan sensitif sebagai langkah krusial dalam mencegah kasus stunting di Indonesia. Pada konferensi pers di Samarinda hari Kamis, Jaya mengungkapkan bahwa stunting memiliki dampak serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, serta meningkatkan risiko terhadap penyakit tidak menular (PTM) di masa mendatang.
Menurut Jaya, intervensi gizi spesifik melibatkan kegiatan yang langsung terkait dengan asupan gizi, seperti pemberian makanan tambahan, suplementasi, dan konseling gizi. Sementara itu, intervensi gizi sensitif mencakup kegiatan yang tidak langsung terkait dengan asupan gizi, namun memiliki dampak pada status gizi, seperti sanitasi, air bersih, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan.
“Intervensi gizi spesifik dan sensitif harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, melibatkan berbagai sektor dan pihak terkait. Sasaran utama adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK),” ungkap Jaya.
Beberapa contoh intervensi gizi spesifik yang dijalankan oleh sektor kesehatan mencakup pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah, suplementasi kalsium, dan pemeriksaan kehamilan. Untuk ibu menyusui dan anak 0-23 bulan, dilakukan promosi dan konseling menyusui, promosi dan konseling pemberian makan bayi, pemantauan pertumbuhan, dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut.
Selain itu, sektor kesehatan juga melibatkan remaja dan wanita usia subur dengan suplementasi tablet tambah darah. Anak usia 24-59 bulan mendapatkan pemberian makanan tambahan pemulihan, pemantauan pertumbuhan, suplementasi taburia, manajemen terpadu balita sakit, dan suplementasi zinc untuk pengobatan diare.
Jaya juga menyoroti intervensi gizi sensitif yang dilakukan oleh sektor lain, seperti sektor pertanian yang menyediakan bahan pangan lokal yang bergizi dan diversifikasi. Sektor pendidikan terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan gizi di sekolah, kantin sehat, dan program makanan tambahan untuk anak sekolah.
“Melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif dengan berbagai program yang melibatkan berbagai kelompok sasaran, kita bisa mempercepat upaya pencegahan kasus stunting di Indonesia,” tandasnya.
Jaya Mualimin menekankan perlunya dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, untuk menjalankan intervensi ini guna mencapai Indonesia bebas stunting. Ia juga menyoroti pentingnya pengendalian penyakit tidak menular (PTM) sebagai dampak jangka panjang dari stunting. Ia menambahkan bahwa target Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) tahun 2030 adalah penurunan sepertiga kematian dini karena PTM, dengan fokus pada empat PTM utama, yaitu kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
“Untuk mencegah PTM, kita harus mengendalikan empat faktor risiko bersama-sama, yaitu diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, dan konsumsi alkohol,” tambahnya. (ADV/Dinkes Kaltim)