Menuju Zero Emisi Karbon 2050: DPRD Kaltim Mendorong Pemprov Tingkatkan Pengembangan EBT

SAMARINDA.JURNALETAM – Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mendukung visi Zero Emisi Karbon pada tahun 2050, anggota Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, memberikan dorongan kuat kepada Pemerintah Provinsi Kaltim untuk meningkatkan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Pentingnya beralih ke EBT sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi sorotan Sapto. Menurutnya, EBT, seperti energi surya, angin, air, dan biogas, memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan di Benua Etam.

“Kita harus mendukung program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke EBT yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ungkap Sapto.

Dalam pandangannya, EBT tidak hanya sebatas pengadaan panel surya di tempat terpencil. Ia menegaskan bahwa EBT harus mencakup seluruh aspek, dari hulu sampai hilir, dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Sapto memandang EBT sebagai solusi holistik untuk mengatasi masalah ketahanan energi, ketahanan pangan, dan hilirisasi industri.

Meskipun melihat potensi besar, Sapto memberikan kritik terhadap konsistensi Pemerintah Provinsi dalam menghasilkan produk EBT yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Dalam konteks ini, ia memberikan contoh bahwa biogas, sebagai salah satu bentuk EBT, dapat dihasilkan dari limbah sawit yang melimpah di Kaltim.

“Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik, baik skala rumah tangga maupun industri,” jelasnya.

Menurut Sapto, penggunaan biogas dari limbah sawit tidak hanya dapat menghasilkan energi bersih, tetapi juga mengurangi dampak negatif limbah terhadap lingkungan. Ia melihat peluang besar bagi para petani sawit untuk tidak hanya menjual tandan buah segar (TBS) tetapi juga listrik dari biogas, yang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan.

“Dengan mengolah biogas dari hasil sawit, itu akan menjadi nilai tambah bagi petani dan pengusaha sawit. Mereka tidak hanya menjual TBS tetapi juga dapat menjual listrik, menghemat biaya operasional, dan meningkatkan pendapatan,” tambahnya.

Sapto berharap agar Pemerintah Provinsi segera menyusun rencana aksi pengembangan EBT yang terukur dan terintegrasi. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara pemprov dengan pemerintah pusat, DPRD, perguruan tinggi, sektor swasta, dan masyarakat.

“Kaltim harus memiliki roadmap EBT yang jelas dan terstruktur. Pemerintah harus mengetahui sumber EBT apa saja yang ada di Kaltim, berapa kapasitasnya, bagaimana cara mengelolanya, dan siapa yang bertanggung jawab. Harus ada target dan indikator yang dapat dipantau serta dievaluasi secara berkala,” tegasnya.

Selain itu, Sapto menyoroti pentingnya kontinuitas dan konsistensi dalam pengembangan EBT di Kaltim. Ia menekankan perlunya komitmen bersama untuk mewujudkan visi zero emisi karbon, tanpa perubahan arah atau prioritas setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan di provinsi ini.

“Hal yang menjadi perhatian, tidak boleh gonta-ganti kebijakan EBT setiap pergantian gubernur. Kita harus memiliki komitmen bersama untuk mewujudkan visi zero emisi karbon di Kaltim,” tutupnya.

Dalam upayanya mendukung visi zero emisi karbon, Sapto Setyo Pramono memahami bahwa pencapaian tersebut bukanlah tugas yang mudah. Ia mengajak seluruh stakeholders, termasuk pemerintah, legislatif, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat, untuk bersatu dalam menjalankan rencana aksi EBT.

Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Masyarakat

Dalam rangka meningkatkan penggunaan EBT, Sapto juga menyoroti pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat. Ia menekankan bahwa tanpa pemahaman yang baik tentang manfaat EBT dan dampak positifnya terhadap lingkungan, masyarakat mungkin enggan beralih dari pola konsumsi energi konvensional.

Oleh karena itu, legislator yang juga berasal dari dapil Kota Samarinda ini memandang perlu adanya program edukasi yang intensif, melibatkan berbagai pihak, mulai dari sekolah-sekolah hingga masyarakat umum. Dengan pemahaman yang kuat, masyarakat dapat lebih mudah menerima dan mendukung perubahan menuju penggunaan energi yang lebih berkelanjutan.

“Saya kira edukasi adalah kunci. Masyarakat perlu tahu mengapa EBT penting, bagaimana cara menggunakannya, dan apa manfaatnya. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai bagian dari masyarakat,” ujarnya.

Dalam konteks ini, Sapto mengusulkan agar Pemerintah Provinsi bekerja sama dengan lembaga pendidikan, baik tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, untuk menyusun kurikulum yang mencakup pendidikan tentang EBT. Ia juga menekankan pentingnya kampanye publik yang dapat menciptakan kesadaran masyarakat tentang urgensi beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Dorongan terhadap Inovasi dan Riset

Selain itu, Sapto Setyo Pramono juga memberikan penekanan pada pentingnya inovasi dan riset dalam pengembangan EBT. Menurutnya, pemprov harus mendorong pengembangan teknologi dan metode baru yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan EBT dan mengurangi biaya produksi.

“Pemerintah harus memberikan dukungan yang kuat untuk riset dan pengembangan di bidang EBT. Kita perlu inovasi-inovasi baru yang bisa membuat EBT lebih mudah diakses, lebih efisien, dan lebih terjangkau,” ungkapnya.

Sapto menekankan bahwa melalui investasi dalam riset dan inovasi, Kaltim dapat menjadi pusat pengembangan teknologi EBT yang dapat diadopsi oleh wilayah lain. Ini tidak hanya akan memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga meningkatkan citra daerah sebagai pionir dalam penggunaan sumber energi bersih.

Kerjasama Antarwilayah untuk Keberhasilan Bersama

Dalam konteks upaya mencapai visi zero emisi karbon, Sapto menggarisbawahi pentingnya kerjasama antarwilayah. Ia mengusulkan bahwa Kaltim dapat bekerja sama dengan provinsi-provinsi tetangga untuk saling bertukar pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya dalam pengembangan EBT.

“Kerjasama antarwilayah adalah kunci. Kita bisa belajar satu sama lain, berbagi pengalaman, dan mendukung satu sama lain dalam mencapai visi zero emisi karbon. Masalah lingkungan tidak mengenal batas administratif, jadi solusinya juga harus bersifat lintas batas,” tegas Sapto.

Selain itu, Sapto juga menyoroti peluang untuk membentuk kawasan strategis pengembangan EBT di kawasan Benua Etam. Dengan membentuk kawasan ini, pemerintah dapat memberikan insentif dan fasilitas khusus untuk industri dan proyek EBT, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan sektor ini.

Sosialisasi dan Dukungan Regulasi

Agar pengembangan EBT berjalan lancar, Sapto menekankan pentingnya sosialisasi dan dukungan regulasi. Ia menyadari bahwa masih banyak pihak yang kurang akrab dengan konsep dan manfaat EBT, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman mereka.

“Pemerintah perlu aktif dalam melakukan sosialisasi. Masyarakat dan pelaku usaha perlu tahu bahwa pemerintah mendukung pengembangan EBT, dan ada insentif atau regulasi yang mendukung perubahan ini,” paparnya.

Dalam hal regulasi, Sapto menyoroti perlunya kebijakan yang mendukung dan memberikan insentif bagi penggunaan EBT. Hal ini dapat berupa insentif pajak, keringanan biaya investasi, atau regulasi yang memudahkan izin proyek-proyek EBT.

“Regulasi harus mendukung. Jika ada hambatan atau beban berlebih, itu bisa menjadi penghalang besar dalam pengembangan EBT. Oleh karena itu, kita perlu memastikan bahwa regulasi mendukung pertumbuhan sektor ini,” jelas Sapto.

Pentingnya Sinergi antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat

Sapto juga menekankan bahwa kesuksesan pengembangan EBT memerlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Ia menyoroti peran penting sektor swasta dalam melakukan investasi dan mengembangkan teknologi EBT.

“Pemerintah dapat memberikan insentif, tetapi sektor swasta juga perlu terlibat aktif. Mereka memiliki sumber daya dan kemampuan untuk melakukan investasi besar-besaran dalam pengembangan EBT,” ujarnya.

Dalam hal ini, Sapto menilai bahwa pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang mendukung investasi swasta dalam proyek-proyek EBT. Ini bisa berupa fasilitas pajak, penurunan biaya investasi, atau kemitraan publik-swasta yang mempermudah jalannya proyek.

Selain itu, Sapto juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung pengembangan EBT. Masyarakat perlu diberdayakan untuk aktif terlibat dalam proyek-proyek EBT, baik sebagai pengguna maupun sebagai pelaku usaha.

“Kesadaran masyarakat sangat penting. Mereka adalah pengguna akhir, dan jika mereka mendukung perubahan ini, itu akan menjadi pendorong besar dalam pengembangan EBT,” tutupnya.

Kesimpulan

Upaya yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Kalimantan Timur, melalui perwakilannya Sapto Setyo Pramono, untuk mendorong pengembangan EBT sebagai langkah menuju visi zero emisi karbon 2050, adalah langkah yang sangat positif. Dengan menyadari potensi besar EBT, kritik konstruktif terhadap konsistensi pemerintah, dan penekanan pada edukasi masyarakat, Sapto memberikan pandangan komprehensif untuk mencapai tujuan tersebut.

Selain itu, dorongan terhadap inovasi, riset, kerjasama antarwilayah, serta sosialisasi dan dukungan regulasi, semakin memperkuat fondasi menuju masyarakat Kaltim yang berkelanjutan secara lingkungan. Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, diharapkan Kaltim dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengadopsi sumber energi bersih dan berkelanjutan. Visi zero emisi karbon pada tahun 2050 bukanlah impian yang tidak tercapai jika setiap pihak dapat bersatu dalam menjalankan rencana aksi EBT yang terukur dan terintegrasi.(ADV/DPRD Kaltim)