Mendorong Kesejahteraan Masyarakat: DPRD Kaltim Bentuk Pansus untuk Mengawasi Keterpenuhan Hak Plasma Inti pada Perusahaan Sawit

SAMARINDA.JURNALETAM – Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sektor ekonomi yang penting di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Namun, perkembangan industri ini tidak selalu berjalan sejalan dengan keadilan bagi masyarakat setempat. Muhammad Udin, anggota Komisi III DPRD Kaltim, mengungkapkan keprihatinannya terkait kurangnya keterpenuhan hak masyarakat sebagai plasma inti oleh sejumlah perusahaan sawit di daerahnya. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, legislator tersebut mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan pemantauan dan pendataan terhadap perusahaan-perusahaan sawit yang belum memenuhi kewajibannya.

Latar Belakang

Dalam keterangannya, Udin menyoroti fakta bahwa meskipun banyak masyarakat telah menanam lebih dulu dan memiliki tanah, hak-hak mereka terkadang terabaikan dengan munculnya Hak Guna Usaha (HGU) di atas lahan tersebut. Aturan yang mengatur penggunaan lahan seringkali membuat masyarakat harus menyerahkan sebagian tanah mereka kepada perusahaan sawit. Menurutnya, kondisi ini menciptakan ketidaksetaraan di antara masyarakat dan perusahaan sawit.

Dapil Udin sendiri memiliki luas lahan perkebunan sawit sebesar 1,57 juta hektare, dengan 89,59 persennya dijadikan perkebunan sawit. Sementara perusahaan-perusahaan sawit di Kabupaten Kutai Timur dan Berau memiliki Hak Guna Usaha (HGU) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) penanaman sawit. Oleh karena itu, legislator tersebut menegaskan pentingnya keterpenuhan kewajiban perusahaan, khususnya dalam memberikan 20 persen hak plasma inti kepada masyarakat sekitar, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 11 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Tantangan Implementasi Kewajiban Perusahaan

Udin mengungkapkan bahwa meskipun aturan telah mengatur kewajiban perusahaan sawit untuk memberikan plasma inti kepada masyarakat, kenyataannya masih banyak yang tidak terealisasi. Ia menekankan perlunya optimalisasi kewajiban ini agar benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Beberapa tantangan yang dihadapi termasuk lokasi plasma yang terkadang berada di kampung yang jauh dari desa, membuat akses masyarakat menjadi sulit.

Sebagai contoh, Udin mencatat kasus di Muara Bengkal, di mana sebuah perusahaan sawit memberikan plasma inti kepada masyarakat di Desa Kelinjau Hilir. Namun, plasma yang diberikan ternyata berada di kampung yang jauh dari Kelinjauh, sehingga membuat masyarakat menolaknya karena sulitnya mencapai lokasi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa selain kewajiban perusahaan, juga perlu memperhatikan keberlanjutan implementasi agar kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar terwujud.

Pembentukan Pansus sebagai Solusi

Menghadapi tantangan ini, DPRD Kaltim merespon dengan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus). Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengawasi dan mengkaji lebih dalam keterpenuhan hak plasma inti oleh perusahaan sawit. Pansus diharapkan dapat mengumpulkan data, menganalisis permasalahan, dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat memastikan keadilan bagi masyarakat setempat.

Pansus ini juga diharapkan dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya untuk menciptakan regulasi yang lebih efektif dan mendukung pelaksanaan kewajiban perusahaan sawit. Keberadaan Pansus diharapkan dapat membuka ruang dialog antara semua pihak terkait, termasuk perusahaan sawit, masyarakat, dan pemerintah, guna mencari solusi yang berkelanjutan.

Manfaat Positif bagi Masyarakat dan Perusahaan

Dengan adanya Pansus, diharapkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan sawit dalam memenuhi kewajibannya dapat ditingkatkan. Pemantauan yang ketat terhadap implementasi hak plasma inti diharapkan dapat memastikan bahwa masyarakat menerima manfaat yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, Pansus juga dapat memberikan rekomendasi terkait perbaikan sistem distribusi plasma inti agar lebih merata dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat setempat.

Pansus juga dapat menjadi forum untuk mendengar aspirasi dan keluhan masyarakat terkait dampak perkebunan sawit. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menciptakan hubungan yang lebih baik antara perusahaan sawit dan masyarakat, yang pada akhirnya akan mendukung keberlanjutan industri sawit di Kaltim.

Harapan untuk Masa Depan

Dalam mengakhiri pernyataannya, Udin menyampaikan harapannya bahwa dengan pembentukan Pansus, masalah-masalah terkait kesejahteraan masyarakat dapat diatasi dengan baik. Ia berharap agar Pansus dapat menjadi lembaga yang efektif dalam melindungi hak-hak masyarakat dan mendorong perusahaan sawit untuk berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, Udin juga berharap bahwa Pansus dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia yang menghadapi permasalahan serupa. Dengan berbagi pengalaman dan belajar dari implementasi Pansus di Kaltim, daerah-daerah lain dapat mengambil langkah-langkah yang relevan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan.

Kesimpulan

Pembentukan Pansus oleh DPRD Kaltim sebagai respons terhadap masalah ketidaksetaraan dalam pemberian hak plasma inti oleh perusahaan sawit merupakan langkah yang positif. Pansus diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengatasi permasalahan ini dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan, diharapkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat setempat dapat terwujud, menciptakan fondasi yang kuat untuk keberlanjutan industri sawit di Kalimantan Timur.(ADV/DPRD Kaltim)