SAMARINDA.JURNALETAM – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur, Jaya Mualimin, mengakui bahwa pihaknya telah melaksanakan proses fogging sebagai upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Meskipun demikian, fogging bukanlah langkah utama yang diambil oleh Dinkes Kaltim, mengingat adanya risiko yang perlu diperhitungkan.
Jaya Mualimin menyatakan, “Fogging juga kita lakukan. Orang senangnya fogging kan, padahal sebenarnya fogging itu membunuh nyamuk itu banyak risiko. Risiko kena asapnya.” Ia menjelaskan bahwa efek fogging yang terlalu sering dapat menyebabkan resistensi vektor, yakni nyamuk yang menjadi pembawa penyakit, terhadap insektisida. Selain itu, fogging juga dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan keracunan insektisida pada penduduk.
Dalam keterangan lebih lanjut, Jaya Mualimin menegaskan bahwa fogging hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa tindakan fogging dilakukan secara bijak dan tidak sembarangan. “Itu tetap kita lakukan kalau syarat dan ketentuannya sesuai. Misalnya, banyak sarang nyamuknya. Ada hitungannya,” tegasnya.
Fogging, menurut Jaya, hanya dapat dilaksanakan jika di suatu daerah terdapat kasus DBD. Tim petugas akan melakukan penyelidikan epidemiologi di lokasi dengan radius 100 meter. Fogging juga akan diizinkan jika ditemukan bahwa persentase bebas jentik nyamuk di wilayah tersebut kurang dari 95 persen, dan telah terjadi penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain.
Dengan pendekatan yang cermat dan penuh pertimbangan, Dinkes Kaltim berkomitmen untuk menjaga kesehatan masyarakat sambil meminimalisir risiko yang dapat timbul akibat tindakan pencegahan yang diambil. (ADV/Dinkes Kaltim)