KALTIM.JURNALETAM – Sebuah video bertema pernikahan usia dini yang diproduksi oleh siswa SMA 1 Muara Komam, Kabupaten Paser, telah meraih prestasi gemilang pada Lomba Film Pendek dengan fokus kampanye pencegahan stunting. Lomba yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim memberikan penghargaan uang pembinaan sebesar Rp 4 juta kepada sekolah tersebut.
Film pendek berjudul belum diungkapkan ini menyoroti isu krusial: pernikahan usia dini dan kaitannya dengan stunting. Endang Susilowati, siswa SMA 1 Muara Komam yang menjadi produser film tersebut, menjelaskan, “Pernikahan usia dini merupakan salah satu pemicu stunting, oleh karena itu kami memilih tema ini karena percaya bahwa stunting sering dimulai dari pernikahan yang seharusnya tidak terjadi.”
Film ini, menggunakan bahasa Banjar khas Bumi Etam, menggambarkan bahaya pernikahan usia dini secara langsung dan implisit. Kejadian nyata pernikahan usia dini di wilayah Muara Komam menjadi sumber inspirasi utama. Tujuan utama film ini adalah memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya menekan angka stunting, sebuah masalah serius di daerah tersebut.
“Kami berharap film ini memberikan pemahaman kepada penonton tentang pentingnya menekan angka stunting karena fenomena ini banyak terjadi di daerah kami,” kata Endang.
Meskipun proses pembuatan film mengalami beberapa kendala, terutama dalam penyuntingan, hasil akhirnya sangat memuaskan setelah proses produksi selama tiga hari. Endang berharap, film ini dapat menjadi sarana edukasi yang efektif untuk memahami dampak dari pernikahan usia dini dan memberikan manfaat serta pemahaman lebih luas setelah kompetisi ini berakhir.
Film SMA 1 Muara Komam ini merupakan contoh nyata bagaimana pendidikan dan kesadaran bisa berperan dalam menangani isu kesehatan masyarakat seperti stunting, yang sering diakibatkan oleh pernikahan usia dini. Lomba ini dan kemenangan SMA 1 Muara Komam menjadi titik terang dalam usaha pencegahan stunting di Indonesia.
Pernikahan usia muda di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menjadi isu serius. Data terbaru dari Pengadilan Tinggi Agama Samarinda mengungkapkan bahwa terdapat 810 kasus pernikahan dini pada tahun 2022. Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, Rumaidi, mengonfirmasi hal ini dalam pertemuannya dengan Media Kaltim.
Menurut Rumaidi, undang-undang menetapkan bahwa setiap individu yang berusia di bawah 19 tahun harus mengajukan dispensasi untuk melangsungkan pernikahan, sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang usia pernikahan. Meskipun angka pernikahan muda masih tinggi di Kaltim, terdapat penurunan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, tercatat 1.089 kasus, sedangkan pada enam bulan pertama tahun 2023, angkanya turun menjadi 355 kasus.
Fokus utama permintaan dispensasi pernikahan dini tercatat paling banyak di Kabupaten Paser. Pada tahun 2022, Satuan Kerja (Satker) Tanah Grogot mencatat 172 kasus dispensasi, jumlah terbanyak di daerah tersebut. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai upaya edukasi dan kesadaran, seperti yang diwakili oleh film juara SMA 1 Muara Komam yang menyoroti dampak pernikahan usia dini. Namun, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk sepenuhnya mengatasi masalah pernikahan usia dini di Kaltim. (ADV/Disdikbud Kaltim)