Prosedur Penyelesaian Perselisihan Industri: Dari Perundingan Bipartit hingga Mahkamah Agung

SAMARINDA.JURNALETAM – Dalam upaya menciptakan hubungan industrial yang kondusif dan adil, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur (Disnakertrans Kaltim) menekankan pentingnya memahami prosedur penyelesaian perselisihan industri. Aris Munandar, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, menyoroti bahwa prosedur ini dapat ditempuh hingga ke tahap pengajuan banding kepada Mahkamah Agung (MA), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pertama, proses dimulai dengan perundingan bipartit, yang merupakan langkah perdamaian melalui perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pihak pengusaha terkait perselisihan hubungan industrial. Tahap ini bertujuan mencapai kesepakatan tanpa melibatkan pihak ketiga.

Namun, jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, tahapan selanjutnya adalah perundingan tripartis. Ini terjadi ketika proses perundingan bipartit gagal, dan penyelesaian perselisihan memerlukan campur tangan pihak ketiga, seperti mediator, konsiliator, atau arbiter.

Apabila kedua tahapan tersebut tidak menghasilkan penyelesaian, gugatan terkait perselisihan industri dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI, sebagai bagian dari pengadilan umum, bertugas memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan terhadap kasus-kasus yang terjadi di lingkungan industrial.

Aris Munandar menegaskan bahwa prosedur penyelesaian perselisihan industri mencapai puncaknya pada tahap pengajuan banding ke Mahkamah Agung (MA). Sesuai dengan Undang-Undang Pasal 81 No.2 Tahun 2004, gugatan perselisihan terkait hubungan industrial dapat ditempuh hingga tingkat MA, yang memiliki wewenang memberikan putusan final.

Dengan pemahaman yang mendalam terhadap prosedur ini, Disnakertrans Kaltim berupaya menciptakan lingkungan kerja yang adil dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam perselisihan industri.(ADV/ Disnakertrans Kaltim)