Kaltim Menghadapi Ancaman Bencana: BPBD Ajak Pemerintah Daerah Berperan Aktif untuk Menanggulangi Risiko

SAMARINDA.JURNALETAM – Bencana-bencana beragam hampir melanda 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur dengan intensitas yang berbeda-beda. Untuk menanggulangi tantangan ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim telah mengajak Pemerintah Daerah (Pemda) untuk ikut serta dalam upaya menurunkan risiko bencana di wilayah tersebut menjadi kategori sedang.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kalimantan Timur telah menjadi saksi peningkatan jumlah bencana. Menurut Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), setidaknya tercatat 267 kejadian bencana di Kaltim, termasuk puting beliung (20 kejadian), abrasi (2 kejadian), tanah longsor (47 kejadian), serta bencana paling signifikan seperti banjir (85 bencana) dan kebakaran hutan serta lahan (113 kejadian).

Informasi yang dihimpun dari Pusat Data Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan adanya 857 kejadian bencana, di antaranya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), banjir, puting beliung, longsor, dan cuaca ekstrem.

BPBD Kaltim memohon keterlibatan serta peran aktif pemerintah kabupaten/kota dalam merumuskan strategi dan program untuk efektif menangani bencana. Mereka menekankan perlunya setiap kepala daerah atau pihak terkait menyusun rencana guna meningkatkan kapasitas daerah dalam menangani bencana.

Menghadapi kebutuhan bantuan yang cukup besar, BPBD menyuarakan perlunya kerja sama dan bantuan dari pemerintah daerah mengingat Kalimantan Timur masih memiliki tingkat risiko bencana yang cukup tinggi pada tahun 2022. Menurut analisis Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Kalimantan Timur masih mencatat angka 146,67 pada tahun tersebut, yang menunjukkan tingginya tingkat risiko bencana, ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kaltim, Tresna Rosako.

“IRBI Kalimantan Timur tahun 2022 berada pada angka 146,67, masuk kategori tinggi,” ujarnya.

Dengan risiko yang tinggi, Kalimantan Timur rentan terhadap berbagai bencana di masa mendatang. Indeks ini menjadi acuan penting bagi masyarakat untuk senantiasa waspada terhadap ancaman bencana yang dapat terjadi kapan saja.

Tresna menegaskan, upaya perlu dilakukan untuk menurunkan indeks risiko bencana tersebut, minimal sebesar 2 poin. Jika berhasil, indeks bencana di Kaltim akan turun menjadi 144, mengubah statusnya menjadi kategori sedang.

“Melalui penguatan sosialisasi kepada masyarakat, ada kemungkinan besar penurunan kategori menjadi sedang pada tahun 2023,” katanya.

Ia menyoroti bahwa ada lima jenis bencana yang kerap melanda Kaltim, termasuk kebakaran pemukiman, puting beliung, tanah longsor, kebakaran lahan dan hutan, serta banjir dan angin. Namun, yang paling sering terjadi adalah banjir dan kebakaran pemukiman.

“Dua jenis bencana utama kita adalah banjir di musim penghujan, dan kebakaran pemukiman. Namun, cuaca yang tidak menentu belakangan ini membuat pola musim agak sulit diprediksi,” jelasnya.

Tingginya risiko bencana di Kaltim menuntut langkah pencegahan dan penanganan yang lebih serius. Pemetaan wilayah yang rawan bencana, pembangunan bangunan tahan gempa, upaya penanaman pohon, serta peningkatan kesadaran masyarakat dianggap sebagai langkah awal yang penting.

Dari hasil analisis wilayah tersebut, dibutuhkan perencanaan yang matang guna mengatasi bencana dan meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi. Pendekatan mitigasi menjadi fokus utama, dengan memberikan bantuan kepada korban dan meminimalkan kerusakan yang diakibatkan.

Selanjutnya, proses pemulihan yang meliputi perbaikan tempat tinggal dan infrastruktur lainnya menjadi langkah terakhir setelah seluruh upaya penanganan telah dilakukan. (ADV/BPBD Kaltim)