Samarinda.Jurnaletam.com – Warga Samarinda kembali menghadapi kelangkaan gas LPG 3 kg atau gas melon. Antrean panjang di agen-agen resmi makin sering terlihat, memicu keresahan di kalangan masyarakat yang bergantung pada gas subsidi untuk kebutuhan memasak sehari-hari.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda Samri Shaputra menilai akar permasalahan bukan hanya soal kuota ketersediaan, tetapi lebih pada ketimpangan harga antara LPG subsidi dan non-subsidi.
Menurutnya, selama harga LPG 3 kg jauh lebih murah dibandingkan LPG non-subsidi, maka permintaan akan terus melonjak, bahkan dari kalangan yang seharusnya tidak berhak mendapatkan gas bersubsidi.
“Kalau harga LPG subsidi dan non-subsidi hampir sama, antrean ini tidak akan terjadi. Saat ini, LPG subsidi Rp18 ribu, sedangkan non-subsidi mencapai Rp50 ribu. Selisihnya sangat besar, sehingga siapa pun yang ingin berhemat pasti memilih LPG subsidi,” ujar Samri dalam rapat dengar pendapat di DPRD Kota Samarinda, Kamis (6/2/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa lonjakan harga LPG 12 kg ikut memicu masalah. Dengan harga yang kini mencapai Rp300 ribu, banyak warga yang seharusnya menggunakan LPG non-subsidi justru beralih ke gas melon, menyebabkan stoknya semakin langka dan harganya terus merangkak naik.
Menurut Samri, sistem distribusi yang ada masih memiliki banyak celah yang memungkinkan penyalahgunaan. Ia menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan harga subsidi untuk mendapatkan keuntungan besar, sementara masyarakat miskin justru semakin kesulitan mendapatkan gas melon.
“Banyak yang menggunakan jatah orang lain, sehingga masyarakat yang benar-benar membutuhkan justru kesulitan. Jika dibiarkan, kelangkaan akan terus terjadi dan harga akan semakin liar di pasaran,” tegasnya.
Ia mendesak Pertamina dan Dinas Perdagangan untuk lebih ketat dalam mengontrol distribusi LPG subsidi, agar gas melon benar-benar sampai ke tangan masyarakat yang berhak.
“Tanpa pengawasan ketat, kondisi ini akan terus berulang, dan masyarakat kecil yang paling dirugikan,” pungkasnya.