Gas Melon Langka, DPRD Samarinda Desak Regulasi Ketat dan Distribusi Merata

Samarinda.Jurnaletam.com – Kelangkaan elpiji 3 kilogram (kg) kembali menjadi sorotan di Kota Samarinda. Meski PT Pertamina Patra Niaga menyatakan stok aman, masyarakat tetap kesulitan mendapatkan gas bersubsidi di pangkalan.

Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi, mengungkapkan bahwa kuota LPG subsidi tahun 2024 untuk Samarinda mencapai 29.405 metrik ton atau setara dengan 9.801.000 tabung.

Kuota ini disalurkan melalui 23 agen ke berbagai pangkalan di kota. Namun, masalah distribusi yang tidak merata serta panic buying membuat masyarakat sulit mendapatkan elpiji subsidi.

“Kalau melihat penjelasan dari Pertamina, pangkalan memang libur di hari libur atau tanggal merah, tetapi selain itu tidak ada masalah. Sebenarnya kuota cukup, hanya saja panic buying yang membuat kondisi semakin sulit,” ujar Iswandi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Panic buying ini dipicu oleh aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang pengecer menjual gas melon mulai 1 Februari 2025.

Namun, kebijakan ini kemudian dicabut oleh Presiden Prabowo pada 3 Februari, setelah mendapat protes dari berbagai pihak.

Selain panic buying, Iswandi juga menyoroti penyalahgunaan distribusi elpiji bersubsidi yang sering kali jatuh ke tangan yang tidak berhak.

“Permasalahannya sering terjadi kelangkaan karena setelah ditelusuri, ternyata banyak orang yang tidak berhak mendapatkan gas subsidi tetapi tetap membelinya, dan ini akan kita usut lagi,” tegasnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, DPRD Samarinda berencana memanggil Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian (Diskumi), Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda, serta Biro Ekonomi Pemkot Samarinda guna menyusun mekanisme distribusi yang lebih efektif.

“Kami akan mencari solusi, apakah nantinya sistem lima RT satu pangkalan atau mekanisme lain yang lebih efektif, agar masyarakat tidak perlu mencari gas hingga ke kecamatan lain. Kondisi ini yang membuat harga naik dan semakin membebani warga,” jelas Iswandi.

Selain itu, DPRD juga akan memperketat regulasi bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menggunakan elpiji subsidi.

Berdasarkan aturan, hanya UMKM dengan omzet maksimal Rp800 ribu per hari yang berhak menggunakan elpiji 3 kg. Namun, di lapangan banyak usaha dengan omzet Rp3-4 juta per hari yang tetap memakai gas bersubsidi.

“Kami akan memastikan data penerima yang berhak bersama Diskumi agar distribusi gas subsidi lebih tepat sasaran,” tambahnya.

DPRD juga menyoroti lonjakan harga elpiji 3 kg di tingkat pengecer. Harga eceran tertinggi (HET) di Samarinda seharusnya Rp18 ribu per tabung, tetapi di lapangan harga bisa mencapai Rp25 ribu hingga Rp30 ribu.

Bahkan, beberapa pengecer membeli gas dengan harga Rp35 ribu dan hanya mendapatkan keuntungan Rp5 ribu per tabung.

“Keuntungan pengecer kecil, tetapi yang membawa tabung ke sana justru mendapat keuntungan lebih besar. Ini yang akan kami telusuri lebih lanjut,” kata Iswandi.

DPRD Samarinda berkomitmen untuk segera berkoordinasi dengan dinas terkait guna memastikan elpiji bersubsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang berhak serta menekan kenaikan harga yang tidak terkendali.