DPRD Kaltim Dorong Penyelesaian Sengketa Lahan Eks-Transmigrasi Simpang Pasir

JURNALETAM.SAMARINDA – Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait persoalan lahan eks-transmigrasi di kawasan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda.

Rapat yang berlangsung di Gedung E DPRD Kaltim ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi I, Salehuddin, dan dihadiri oleh Sekda Provinsi Kaltim, Kepala Disnakertrans, serta kuasa hukum warga dari firma hukum Mariel Simanjorang & Rekan.

Pada kesempatan itu, Salehuddin mengungkapkan bahwa dari total sekitar 300 kepala keluarga (KK) yang terdampak, baru 70 KK yang menerima kompensasi senilai Rp500 juta untuk lahan seluas 1,5 hektare.

Sementara itu, 118 KK lainnya belum memperoleh haknya, meski keputusan pengadilan telah mengamanatkan pembayaran ganti rugi.

“Karena lahan tersebut kini menjadi aset Pemprov, kompensasi dalam bentuk lahan tidak memungkinkan lagi. Masyarakat menolak direlokasi dan menginginkan penyelesaian di lokasi awal,” Ungkap Salehuddin saat ditemui awak media.

Meski RDP sudah digelar sebanyak tiga kali, belum ada solusi konkret yang dicapai. Politisi dari partai Golkar itu menilai perlu adanya terobosan hukum dan kemauan politik dari eksekutif untuk segera mengeksekusi putusan.

“Kami akan terus kawal dan dorong penyelesaian tuntas atas persoalan ini demi memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang sudah menunggu terlalu lama,” tegas Salehuddin.

Sementara itu, Kuasa hukum masyarakat, Yafet Deppagoga, menekankan bahwa perkara ini telah inkrah sejak tahun 2017 berdasarkan putusan Mahkamah Agung. Namun, eksekusi belum dilakukan meski telah diajukan ke pengadilan sebanyak sembilan kali.

“Ini perkara perdata. Selama semua pihak sepakat dengan kompensasi berupa uang, tidak perlu fatwa MA untuk mengeksekusinya. Hanya butuh komitmen,” tegasnya.

Pihak pemerintah melalui Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Ia menyebut bahwa data penerima sudah diverifikasi dan telah dinyatakan bersih oleh BPK. Namun, tawaran relokasi ke daerah lain seperti Kerang dan Maloi ditolak warga.

“Kami sedang minta fatwa hukum agar bisa membayar kompensasi dalam bentuk uang secara sah,” Pungkas Rozani.