Jurnaletam.com – Di tengah laju pembangunan Kota Samarinda yang kian modern, masih ada wilayah yang tertinggal dalam hal pelayanan dasar. Salah satunya adalah Kelurahan Karang Mumus, yang hingga kini belum memiliki kantor kelurahan permanen dan masih menempati bangunan sewaan.
Realitas ini mencuat saat Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan, melakukan reses di kawasan Jalan Muso Salim, Minggu (18/5/2025). Warga setempat mengeluhkan kondisi kantor kelurahan yang sering berpindah tempat, sehingga menyulitkan akses layanan administrasi.
“Sangat disayangkan, berada di pusat kota tetapi belum punya kantor tetap. Pelayanan dasar tidak boleh terus-menerus nomaden,” tegas Adnan saat meninjau langsung lokasi kantor kelurahan sehari setelahnya, Senin (19/5/2025).
Kondisi ini, menurutnya, mencerminkan ketimpangan dalam pembangunan kota. Di saat proyek besar seperti terowongan dan taman kota mendapat prioritas, justru kantor pelayanan yang bersentuhan langsung dengan warga malah diabaikan.
“Kita bisa bangun proyek ratusan miliar, tapi membangun kantor kelurahan yang representatif tak kunjung direalisasikan. Ini ironi,” ujarnya.
Tidak hanya lokasi yang berpindah-pindah, fasilitas kantor pun dinilai jauh dari memadai. Minimnya ruang parkir memaksa warga memarkir kendaraan di badan jalan. Bahkan, banyak warga sekitar yang tidak mengetahui secara pasti lokasi kantor kelurahan karena kurangnya penanda dan informasi.
“Setiap kali pindah, warga terutama lansia kebingungan mencari kantor. Sangat merepotkan,” kata Ketua RT 07 Karang Mumus, Aspiani.
Hal senada diungkapkan oleh Lurah Karang Mumus, Arbain Asyari. Ia menyebut bahwa keterbatasan lahan milik pemerintah menjadi hambatan utama untuk mendirikan kantor permanen. “Kami sudah mengajukan sejumlah opsi ke Pemkot, tapi rata-rata lahan di pusat kota adalah milik pribadi,” jelas Arbain.
Sebagai solusi, Adnan mendorong agar pengadaan lahan dan pembangunan kantor kelurahan Karang Mumus dimasukkan dalam prioritas APBD tahun 2026. Menurutnya, dengan anggaran sekitar Rp1 miliar, sebuah kantor pelayanan yang layak bisa segera dibangun.
“Ini soal kehadiran negara. Warga perlu merasakan bahwa pemerintah hadir dan peduli, bukan hanya lewat proyek besar, tapi juga lewat fasilitas yang mereka butuhkan sehari-hari,” tutup politikus Partai Golkar tersebut.
Cerita dari Kelurahan Karang Mumus menjadi pengingat bahwa pembangunan seharusnya merata dan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, bukan hanya sekadar menara megah di pusat kota.