Samarinda.Jurnaletam.com – Fenomena pernikahan siri yang marak di Samarinda menjadi perhatian DPRD Kota Samarinda. Anggota Komisi IV Ismail Latisi menyoroti peran penghulu liar yang diduga menjadi celah terjadinya pernikahan tanpa pencatatan negara.
“Kami menerima banyak laporan dari Tim Reaksi Cepat (TRC) tentang perempuan dan anak yang menjadi korban pernikahan siri. Banyak yang ditelantarkan suaminya, tidak dinafkahi, bahkan ada yang mengalami kekerasan,” kata Ismail.
DPRD Samarinda berupaya mendorong regulasi yang lebih ketat untuk membatasi praktik pernikahan siri, terutama yang melibatkan anak di bawah umur. Salah satu langkah yang dipertimbangkan adalah menyusun peraturan daerah (perda) tentang pencegahan pernikahan usia anak.
“Kami ingin memastikan bahwa penghulu yang bertugas adalah mereka yang tercatat secara resmi di Kemenag. Jika ada penghulu liar yang menikahkan anak tanpa izin orang tua, itu bisa masuk kategori pelanggaran hukum,” tegasnya.
DPRD juga mengajak masyarakat untuk lebih memahami konsekuensi hukum pernikahan siri. Pernikahan yang tidak tercatat secara agama dapat menimbulkan banyak dampak, salah satunya adalah penelantaran keluarga dan anak serta dampak sosial seperti kemiskinan dan kekerasan.
“Ini bukan sekadar masalah agama, tetapi juga perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Kita harus menegakkan hukum negara untuk mencegah dampak sosial yang lebih luas,” pungkas Ismail.