Samarinda.Jurnaletam.com– Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Abdul Rohim, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang.
Menurutnya, risiko yang ditimbulkan tidak sebanding dengan peran utama kampus sebagai pilar akademik, sosial, dan lingkungan.
“Saya kurang setuju. Pengelolaan tambang itu penuh risiko, dan itu tidak sejalan dengan positioning perguruan tinggi yang seharusnya fokus pada pendidikan dan penegakan sosial serta lingkungan,” ujar Abdul Rohim.
Ia menilai keterlibatan kampus dalam dunia pertambangan bisa memicu berbagai masalah, seperti konflik sosial dan kerusakan lingkungan—hal yang memang sering terjadi dalam industri tambang.
“Kalau kampus ikut terlibat lalu muncul konflik sosial atau masalah lingkungan, siapa yang akan bertanggung jawab? Ini bisa menjadi masalah besar di kemudian hari,” tambahnya.
Selain itu, Abdul Rohim juga mengkhawatirkan bahwa kesibukan perguruan tinggi dalam mengurus bisnis pertambangan justru akan mengganggu fokus utama mereka di bidang pendidikan.
“Kalau nanti sibuk mengurus tambang, bagaimana dengan tri dharma perguruan tinggi? Bisa jadi pendidikan malah terbengkalai. Belum lagi konflik internal soal siapa yang berhak mengelola saham, posisi kerja, dan gaji. Ini bisa menimbulkan dinamika yang tidak sehat,” tegasnya.
Namun, ia juga menyoroti akar permasalahan yang mendorong kampus untuk terlibat dalam dunia bisnis, termasuk tambang.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang mendorong perguruan tinggi untuk mandiri secara finansial menjadi salah satu pemicu.
“Kebijakan pendidikan tinggi saat ini menempatkan perguruan tinggi seperti semi swasta, sehingga mereka harus mencari cara untuk menopang keuangan sendiri. Itu yang membuat mereka berpikir untuk ikut dalam bisnis tambang,” jelasnya.
Oleh karena itu, Abdul Rohim menekankan bahwa solusi harus datang dari pemerintah. Jika kampus dilarang terjun ke dunia tambang, maka pemerintah harus memberikan dukungan finansial yang memadai agar perguruan tinggi tidak perlu mencari sumber pendapatan dari sektor berisiko tinggi.
“Kita bisa melarang, tapi kalau tidak ada solusi, masalahnya tetap ada. Pemerintah harus melihat ini secara menyeluruh dan memastikan perguruan tinggi tetap fokus pada tugas akademiknya,” pungkasnya.