Sapto Setyo Pramono: DPRD Kaltim Soroti Ketimpangan Fiskal dari Sektor Tambang dan Kehutanan, Dorong Reformasi APBD

JURNALETAM.SAMARINDA – Perlambatan ekonomi yang berdampak pada menurunnya pendapatan daerah Kalimantan Timur (Kaltim) tak hanya disebabkan oleh tekanan global, namun juga ketimpangan kontribusi dari sektor ekstraktif yang selama ini menjadi penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Hal itu diungkapkan langsung oleh, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono. Ia mengungkapkan meskipun Kaltim memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional melalui sektor tambang dan kehutanan, imbal balik yang diterima daerah masih sangat minim.

“Selama ini kita banyak berkontribusi terhadap ekonomi nasional, khususnya lewat tambang dan kehutanan. Tapi kontribusi balik ke daerah, dari PKH (Pajak Kehutanan) dan PKT (Pajak Penjualan Hasil Tambang), nyaris nol,” Ungkap Sapto. Selasa (3/6/2025).

Lebih lanjut, Sapto menilai ketergantungan pada sektor batu bara sebagai sumber utama pendapatan daerah semakin rentan karena harga dan volume produksi yang terus menurun.

Dirinya juga menyoroti dampak kebijakan nasional seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang turut menekan daya beli masyarakat serta menurunkan serapan anggaran di tingkat daerah.

“Yang kita khawatirkan, sumber daya kita terus terkuras tapi daerah tetap bergantung pada DBH (Dana Bagi Hasil) yang fluktuatif. Ini tidak sehat untuk kemandirian fiskal,” Jelas Sapto.

Politisi dari partai Golkar itu mendorong agar Pemprov Kaltim mulai mengoptimalkan sumber pendapatan lain di luar sektor ekstraktif. Pasalnya, potensi dari Participating Interest (PI) 10 persen serta sumber-sumber pendapatan baru yang selama ini belum tergarap maksimal harus menjadi perhatian dalam penyusunan P-APBD 2025 dan APBD Murni 2026.

“Kita butuh reformasi fiskal daerah. Jangan sampai SDA kita habis, tapi pembangunannya tidak terasa di daerah sendiri,” pungkasnya.