SAMARINDA. Rapat kerja lintas sektor digelar di Gedung E DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (10/6/2025). Di ruang lantai 1 yang kerap digunakan untuk dengar pendapat itu, kali ini sejumlah perwakilan dari perguruan tinggi se-Kaltim duduk bersama anggota Komisi IV DPRD Kaltim dan jajaran Pemprov. Agenda utama mereka, mematangkan skema pelaksanaan program pendidikan gratis hingga jenjang perguruan tinggi, yang kini populer dengan nama Gratispol, untuk tahun ajaran 2025/2026.
Rapat dipimpin langsung Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H Baba, dan dihadiri dua Wakil Ketua DPRD, Ekti Imanuel dan Ananda Emira Moeis. Dari sisi eksekutif, hadir Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Kaltim, Dasmiah. Sementara dari kalangan kampus, perwakilan Universitas Mulawarman, ITK, Polnes, hingga Universitas Nahdlatul Ulama Kaltim ikut memberikan masukan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, secara lugas menyebut Gratispol sebagai langkah krusial dalam misi peningkatan sumber daya manusia Kaltim. Ia menegaskan bahwa program ini bukan sekadar wacana populis, melainkan harus dikawal agar operasionalnya berjalan mulus.
“Informasinya harus cepat dan regulasinya harus jelas. Kami mendorong lahirnya Pergub yang tegas untuk menjamin program ini bisa dieksekusi,” kata Ekti di hadapan forum.
Nada yang sama disuarakan Wakil Ketua II, Ananda Emira Moeis. Ia menilai, sinergi antara DPRD, Pemprov, dan kampus tak bisa berhenti di satu forum.
“Kita butuh ruang dialog yang konsisten. Ini bukan hanya soal biaya pendidikan, tapi investasi jangka panjang Kaltim,” ujarnya.
Dari sisi teknis, Kepala Biro Kesra, Dasmiah, menyampaikan bahwa nama Gratispol secara resmi kini diganti menjadi “Pemberian Bantuan Bagi Pembiayaan Pendidikan Tinggi”.
Bantuan difokuskan untuk mahasiswa baru tahun 2025, dengan nominal maksimal Rp5 juta untuk jurusan rumpun teknik dan sosial, serta Rp7,5 juta untuk farmasi.
Dana bantuan tersebut akan mulai ditransfer pada Juli 2025. Perguruan tinggi diwajibkan menginput data mahasiswa penerima secara langsung, dan untuk jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), dana UKT yang telah dibayar akan diganti Pemprov setelah pencairan.
Pemprov sendiri menargetkan program ini menjangkau 30.943 mahasiswa pada 2025, dan melonjak menjadi 85 ribu mahasiswa pada tahun berikutnya. Sementara pembayaran UKT akan dilakukan langsung ke kampus, kecuali untuk mahasiswa yang kuliah di luar Kaltim, yang akan difasilitasi melalui skema beasiswa.
Anggota Komisi IV, Agusriansyah Ridwan, mengingatkan agar pelaksanaan Gratispol tidak bersifat reaktif atau hanya mengejar angka. Ia menekankan perlunya evaluasi yang mempertimbangkan kondisi fiskal daerah dan dinamika ekonomi global.
“Kalau kita ingin program ini bertahan, ya harus dari awal dirancang secara matang. Libatkan semua OPD terkait, jangan parsial,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Sarkowi V Zahry. Legislator yang juga akademisi ini mengingatkan pentingnya menjaga kredibilitas program di tengah masyarakat.
“Kampus harus jujur dalam pelaksanaan di lapangan. Kalau sampai ada penyimpangan, kepercayaan publik yang jadi taruhannya,” ucapnya.
Rekomendasi Forum: Dari Pergub ke Perda
Sejumlah poin strategis disepakati dalam forum tersebut. Di antaranya: penggantian UKT untuk mahasiswa jalur SNBP, penyesuaian batas usia beasiswa S3 bagi dosen hingga 45 tahun, serta penyesuaian jadwal transfer agar tidak mengganggu operasional kampus.
Yang terpenting, Komisi IV mendesak agar Pergub sebagai dasar hukum program ini segera dilanjutkan dengan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan Tinggi. Tujuannya jelas: memberikan kepastian hukum jangka panjang bagi keberlangsungan Gratispol.
Dengan tekanan politik yang tinggi, harapan publik yang besar, dan target ambisius yang sudah disusun, tinggal bagaimana eksekusi program ini bisa menjawab tantangan—tanpa meninggalkan ketelitian. Sebab jika keliru mengeksekusi, bukan hanya mahasiswa yang akan kecewa, melainkan juga reputasi kebijakan pendidikan Kaltim secara keseluruhan. (RIZ)