Samarinda.Jurnaletam – Pergantian istilah dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 menuai kritik keras dari DPRD Kaltim.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menilai perubahan tersebut hanya bersifat permukaan dan gagal menyentuh akar persoalan pendidikan di daerah.
“Judulnya saja yang diganti jadi SPMB, tapi persoalan utamanya tidak terselesaikan,” ucapnya.
Politikus yang dikenal vokal dalam isu-isu pendidikan ini menekankan bahwa perubahan nama tidak menjawab masalah mendasar, seperti ketimpangan daya tampung sekolah negeri, akses pendidikan di wilayah tertinggal, hingga mekanisme seleksi yang kerap dipertanyakan masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menjamin hak setiap warga negara atas pendidikan, dan kebijakan teknokratis seperti SPMB tidak boleh mengabaikan prinsip keadilan tersebut.
“Peraturan menteri itu bukan bahan baku final. Kalau ada aturan di bawahnya yang bertentangan dengan konstitusi, tentu tidak bisa diberlakukan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya taat asas dalam setiap penyusunan kebijakan pendidikan.
Agusriansyah menyoroti ketimpangan dalam implementasi SPMB di berbagai wilayah Kalimantan Timur. Menurutnya, banyak daerah yang belum siap menerapkan sistem seragam seperti yang ditetapkan pemerintah pusat, sehingga justru menciptakan ketidakadilan bagi siswa di daerah.
“Kalau sistem ini menyusahkan dan melahirkan ketidakadilan, berarti kita butuh regulasi turunan yang bisa menyesuaikan kearifan lokal,” tandasnya.
Ia mendorong agar pendekatan yang diambil tidak sekadar administratif seperti pemenuhan jumlah rombongan belajar (rombel), tetapi lebih kontekstual dan sesuai dengan realitas di lapangan. Solusi yang ditawarkan adalah melalui perumusan Peraturan Daerah (Perda) atau minimal Peraturan Gubernur (Pergub) yang berpihak pada kondisi lokal.
“Sudah saatnya Kaltim punya pendekatan sendiri untuk sistem penerimaan siswa baru. Jangan hanya menunggu dari pusat. Kita bisa ciptakan regulasi baru yang berkelanjutan agar masalah ini tidak jadi ritual tahunan,” pungkasnya. (adv)