SAMARINDA. DPRD Kaltim kembali menegaskan larangan bagi truk pengangkut batu bara untuk melintas di jalan umum. Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan bahwa penggunaan jalan negara, provinsi, maupun kabupaten oleh truk hauling batu bara tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga membahayakan masyarakat dan merusak infrastruktur milik negara.
“Kerusakan jalan sebagian besar, mohon maaf, memang disebabkan oleh kontribusi kendaraan berat. Bayangkan saja, jika tonasenya melebihi kapasitas misalnya lebih dari 34 ton, jalan pasti rusak. Apalagi dengan curah hujan yang tinggi di wilayah kita, kerusakan semakin parah,” katanya.
Ia menekankan bahwa perusahaan tambang wajib membangun dan menggunakan jalan tambang sendiri untuk kegiatan hauling, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 91 secara tegas menyebut bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan tambang.
“Solusi jangka pendek bisa lewat pengaturan jam operasional atau jalur crossing yang lebih aman. Tapi target jangka panjang kita adalah jelas: zero hauling di jalan umum,” tegasnya.
Kekhawatiran masyarakat terhadap lalu lintas truk tambang bukan hanya soal infrastruktur. Keamanan warga juga menjadi sorotan, terutama pasca insiden tragis di Muara Kate. Rusel, seorang warga yang aktif menolak jalur hauling batu bara, ditemukan tewas dengan luka sayatan di leher saat menjaga posko pada Jumat, 15 November 2024 pukul 04.30 WITA. Pelaku pembunuhan hingga kini belum terungkap.
Peristiwa itu meninggalkan trauma mendalam bagi warga. Masyarakat sekitar bahkan mengaku sempat menerima ancaman dari pihak tak dikenal. Hingga saat ini, belum ada jaminan perlindungan nyata terhadap warga yang menyuarakan penolakan atas aktivitas truk tambang.
Salehuddin mengatakan, pemerintah provinsi telah berupaya membangun dialog. “Gubernur juga sudah mengumpulkan berbagai entitas termasuk tokoh-tokoh masyarakat untuk berdialog dan menciptakan kesepahaman. Itu bentuk konkret yang sangat positif,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan agar proses penataan dan penegakan aturan ini tidak berujung pada ketidakjelasan hukum. “Kami mengimbau agar jangan sampai proses ini mengarah pada ketidakjelasan hukum, atau bahkan membuka ruang konflik,” pungkasnya.
DPRD Kaltim berkomitmen mendorong regulasi yang berpihak pada keselamatan warga dan keberlanjutan infrastruktur. Jalan umum, ditegaskan Salehuddin, bukan untuk lalu lintas tambang. (adv)