SAMARINDA. Di tengah gencarnya pembangunan dan masifnya aktivitas industri ekstraktif, suara warga lokal seperti di Desa Muara Kate, Kabupaten Paser, masih sering terpinggirkan.
Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menyerukan agar negara benar-benar hadir dalam bentuk perlindungan nyata, bukan sekadar simbol atau regulasi tanpa aksi.
Ia menegaskan bahwa aktivitas lalu lintas truk tambang yang masih melintasi jalan umum di kawasan permukiman telah melewati batas toleransi. Menurutnya, warga tidak boleh terus-menerus menjadi pihak yang dikorbankan atas nama pembangunan.
“Wakil Presiden sudah datang, Gubernur juga telah mengeluarkan larangan. Artinya, masalah ini sudah jadi perhatian nasional. Tapi kalau di lapangan masih tetap seperti itu, berarti ada yang salah dalam implementasinya,” ujar Salehuddin, Kamis (10/7/25).
Larangan resmi terhadap operasional kendaraan tambang di jalan umum sebenarnya telah ditegaskan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Namun di lapangan, truk besar, bahkan yang berukuran roda 10, masih bebas melintasi jalur utama yang digunakan masyarakat untuk beraktivitas sehari-hari.
Salehuddin menilai, akar permasalahan bukan lagi soal kekurangan regulasi, tetapi pada lemahnya pengawasan serta penindakan. Ia mengkritik Dinas Perhubungan dan aparat penegak hukum yang dinilai tidak maksimal menjalankan tugasnya.
“Kalau regulasi sudah jelas tapi pelanggaran terus terjadi, berarti pengawasannya yang gagal. Jangan sampai kebijakan pemerintah hanya jadi pajangan, tapi tak dirasakan manfaatnya oleh warga,” katanya.
Ia mendorong agar pemerintah segera menyiapkan solusi jangka pendek seperti pembangunan jalur darurat khusus bagi kendaraan tambang. Namun untuk jangka panjang, jalan umum yang digunakan masyarakat harus benar-benar steril dari lalu lintas kendaraan berat.
“Kita bisa cari solusi sementara, tapi prinsipnya harus jelas: jalan masyarakat bukan untuk truk tambang. Kalau dibiarkan, ini jadi preseden buruk bagi daerah lain,” jelasnya. (adv)